Archive for Juli, 2009

Menjual Agama, Munafik

Juli 8, 2009


Setiap pemilu, isu-isu agama selalu mengemuka. Habis itu agama dibuang.

Jumlah pemilih di Indo-nesia mayoritas adalah Muslim. Tak menghe-rankan bila para capres-cawapres mengguna-kan isu keagamaan untuk menjual citra dirinya. Justru isu-isu seperti ini yang menonjol dibandingkan dengan program yang ditawarkan oleh masing-masing pasangan.

Ada ‘tahlil politik’, ‘dzikir politik’, ‘istighosah politik’, ‘kenduri politik’, bahkan ‘jilbab politik’, hingga ‘shalat politik’ menjelang hajatan rebutan kursi kekuasaan baik di level desa hingga negara. Namanya juga tunggangan, nuansa politisasi terhadap ritual-ritual atau simbol simbol tersebut lebih kental di banding ibadah ritualnya itu sendiri.

Sekretaris Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Jawa Barat, Hadiyanto A Rachim, menjelaskan, dalam sistem de-mokrasi apapun peluang akan diambil termasuk bagaimana menarik konsitituen dari kala-ngan Islam. Yang terpenting bagi capres-cawapres bagaimana me-narik jumlah kepala sebanyak-banyaknya, bukan isi kepalanya.

“Jadi mereka tidak lagi bi-cara apakah memerlukan ulama ataukah tidak, bagi mereka tidak jadi persoalan. Dalam hal ini agama hanya dijadikan alat,” kata Hadiyanto yang juga dosen FISIP Unpad ini.

Upaya menjual agama demi kepentingan politik ini tidak lepas dari kondisi umat Islam yang mayoritas belum paham Islam dalam arti sebenarnya. Islam masih dipahami sekadar ritual atau ibadah mahdlah semata. Kenyataan ini menjadi-kan Islam dan umatnya sekadar menjadi obyek politik. Menurut Hadiyanto, kondisi ini muncul karena umat Islam tidak mengemban pemikiran Islam, terlebih lagi sangat minim pesantren yang mengajarkan siyasiyah (politik).
Seharusnya, lanjutnya, Islam tidak bisa dilepaskan dari politik demikian pula sebaliknya. “Jadi, politik merupakan bagian dari Islam, dan Islam tidak bisa tegak tanpa politik. Sekali lagi, politik merupakan bagian dari syariah. Jadi saya usulkan, istilah syariah seharusnya tidak hanya pada ekonomi, kenapa tidak politik syariah,” katanya kepada Lutfi Affandi dari Media Umat di Bandung.

Hal senada diungkapkan Ketua Lajnah Siyasiyah HTI Harits Abu Ulya. Menurutnya, politik adalah bagian integral dari Islam. Islam sebagai sebuah ideologi memberikan tuntunan atau solu-si baik di wilayah spiritual maupun di ranah publik (politik). “Tidak mungkin Mukmin yang paham dan jujur mencoba me-menjarakan Islam hanya diruang-ruang privacy (spiritualisme sempit), dan menjadikan ruang publik dengan segala aktifitas politiknya itu steril dari tuntunan Islam,” jelasnya.

Dengan pemahaman se-perti itu, ia menepis bahwa politik itu sebuah perbuatan kotor yang harus di kubur dan ditinggalkan. Lapi pula, tabiat semua manusia sebagai makhluk sosial menis-cayakan bahkan pasti berpolitik. “Bahkan sebagian besar syariat Islam sebagai solusi itu banyak diperuntukkan manusia dalam kehidupan politiknya. Jadi Islam itu ya politik ya spiritual artinya semua aspek kehidupan Islam hadir memberikan jawaban atau solusi baik menyangkut hu-bungan diagonal, horizontal dan vertikal,” terang Harits.

Karena itu, tuturnya, peno-lakan terhadap isu-isu agama tidak akan terjadi kecuali dalam kehidupan masyarakat yang sekuler dengan para politikus yang sekuler juga. Orang sekuler akan senantiasa menolak agama baik syariat atau sesuatu yang dianggap simbol agama agar agama tidak masuk pada ruang kehidupan politik.

Sayangnya, lanjut Harits, sebagian besar politisi sekuler itu dilahirkan dari keluarga Muslim. Mereka jauh dari cahaya Islam karena telah terkooptasi dengan pemikiran asing, bukan Islami.

Tak mengherankan bila mereka menjadikan agama se-bagai alat mencapai kepen-tingan. Menurutnya, mereka ber-sikap nifaq. Artinya, agama ini (Islam-red) akan diambil jika memberikan keuntungan atau kemaslahatan politik. “Tidak ha-nya kuda yang menjadi tung-gangan, tapi agama juga dijadi-kan kuda tunggangan untuk meraih kepentingan temporal yang namanya kekuasaan,” tan-dasnya.

Posisi Agama

Dalam konteks kehidupan masyarakat yang Islami, menurut Harits, sudah seharusnya para politisi memberikan perhatian utama pada urusan agama, artinya selalu mengangkat isu atau topik-topik agama yang kepentinganya adalah dalam rangka memberikan kontrol ke-pada penguasa agar dijaga pelaksanaannya. Perhatian itu didasarkan atas kesadaran spiritualnya. Yakni, kewajiban politik seorang Muslim dan ke-ridlaan Allah SWT-lah yang ingin diraihnya bukan kursi atau hen-dak menjatuhkan kursi pe-nguasa.

Ini berbeda dengan kondisi sekarang. Kaum Muslimin hidup dalam sistem masyarakat yang tidak Islami, jika agama diusung dalam konteks seperti ini yang terjadi adalah cenderung “poli-tisasi agama”, Islam akan selalu ditempatkan sebagai nilai sub-stitusi dari sistem yang ada. Dam-paknya, para politikusnya pun akhirnya banyak bersikap apo-logis (menyerah kalah sekaligus mengadopsi nilai yang kontra dengan prinsip-prinsipnya). Yang lebih parah lagi, mereka ber-usaha mencari ‘dalih’ dan ‘dalil’ pembenaran agar terkesan itu adalah pilihan syar’i, pendapat Islami. Bahkan dalih itu diang-gapnya sebagai ‘ijtihad politik’ yang hasilnya legal secara syar’i. “Padahal yang sebenarnya ada-lah mengebiri agama atas nama kemaslahatan politik,” tandasnya.

Ia berharap umat Islam, khususnya para politikus, mau mengkaji Islam seutuhnya. Agar mereka “ngeh” akan kesempur-naan Islam sebagai sistem kehidupan yang layak diterapkan bagi seluruh umat manusia. Jika semua melakukan itu ia yakin Indonesia akan menjadi tempat yang subur bagi bersemainya Islam kaffah.

Hanya saja, lanjutnya, se-mua membutuhkan ikhtiyar, perlu komunikasi politik yang intensif dan masif dari seluruh komponen gerakan Islam kepada seluruh komponen masyarakat dan negara. Ia meyakinkan, ha-nya dengan penerapan Islam sajalah Indonesia akan selamat dan bangkit dari keterpurukan multidemensi akibat sistem yang batil sekuler-kapitalis ini. “Yakin-lah! Masa depan Indonesia ada-lah milik umat Islam dengan penerapan syariat kaffah dan mewujudkan rahmatan untuk semua!” tegasnya.[mediaumat.com] mujiyanto

Klenik dan Syirik Jelang Pilpres

Juli 8, 2009


Ritual-ritual nenek moyang menghiasi pesta demokrasi. Kesengajaan atau kebodohan?

Satu hari menjelang deklarasi pasangan calon presiden-calon wakil presiden Megawati Soekarno-putri dan Prabowo Subianto, panitia deklarasi menyeleng-garakan ritual Sedekah Bumi. Tiga ekor kerbau bule seharga lebih dari Rp 9 juta disembelih di lokasi acara di TPA Bantar Gebang, Kota Bekasi, Jawa Barat, Sabtu (23/5).

Kepala kerbau ini kemudian ditanam di dekat panggung deklarasi di samping zona 3-C. Panitia juga menyembelih bebe-rapa ekor kambing.

Ketua penyelenggara dek-larasi Mega-Pro Mochtar Mohamad mengatakan ritual ini dilakukan dengan harapan Indonesia dijauhkan dari ben-cana, dan Mega- Prabowo diberi jalan lapang memimpin negara. Walikota Bekasi ini juga berharap dengan ritual tersebut, acara deklarasi bisa sukses.

Tak mau ketinggalan de-ngan pasangan capres Mega-Prabowo, pendukung Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono di Kediri, Jawa Timur, pun mengadakan acara yang hampir sama. Mereka mengadakan ritual ‘larung sesaji’ (mempersem-bahkan sesaji) di Sungai Brantas. Sesaji yang dilarung ke sungai itu berupa sebuah tum-peng, bunga tujuh macam, telur ayam kampung, kemenyan, serta dua ekor bebek, yang diletakkan di tepi Sungai Brantas, tepatnya di Kelurahan Semampir, Kota Kediri. Setelah dibacakan man-tra-mantra, sesaji itu kemudian dilarung di bawah jembatan baru Kota Kediri.

Juru bicara larung, Heri Tanadi, mengemukakan, kegia-tan itu sebagai wujud mem-buang sial dengan harapan dapat memperoleh hasil terbaik dalam pemilu presiden mendatang. “Kegiatan ini sebagai wujud untuk buang sial dan kejelekan, dengan harapan, Demokrat dapat memperoleh yang terbaik terutama di Kota Kediri,” katanya.

Anehnya, kegiatan yang menjurus syirik itu pun tak ada yang mencegahnya. Apalagi dari para petinggi partai, mereka tak peduli. Jangan-jangan justru mereka yang memintanya secara sembunyi-sembunyi. Yang lebih kacau lagi, setelah acara itu diadakan doa dan dzikir bersama. Semua jadi campur aduk tak karuan.

Terkungkung Klenik

Menyimak jejak para calon presiden dan wakil presiden, memang tidak bisa dilepaskan dari dunia perklenikan/suprana-tural. Paranormal Permadi meng-ungkapkan, praktik supranatural dan klenik di pemerintahan sangat lazim dilakukan. ”Mulai dari lurah sampai presiden pakai paranormal! Namun ada juga yang malu-malu menyatakan-nya,” jelasnya kepada Media Umat.

Sudah menjadi rahasia umum, SBY sangat fanatik dengan angka 9. Angka tersebut di kalangan paranormal diang-gap angka tertinggi dan mem-bawa hoki. Begitu fanatiknya dengan angka 9, Partai Demokrat dideklarasikan tanggal 9 bulan 9 (September) 2001. Deklarasi ini memang disesuaikan dengan ulang tahun SBY, tanggal 9 bulan 9, 1949. Saat partai berdiri, tim perumus berjumlah 9 orang termasuk SBY. Partai ini pun kemudian dideklarasikan oleh 99 orang. Entah kebetulan, saat didaftarkan ke KPU, partai ini juga dapat nomor 9. Sampai-sampai, jadwal pemungutan suara pemilu legislatif mundur menjadi 9 April 2009, dari jadwal yang te-lah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebelumnya yakni tanggal 5 April 2009.

Sebelum menjadi presiden, SBY punya hubungan dengan ‘orang pintar’. Sebelum Pilpres 2004, SBY cukup dekat dengan Kyai Nasihin, kyai muda (35 tahun saat itu) yang dianggap pintar dari Pati, Jawa Tengah. Bahkan Nasihin mengaku dialah yang menjodohkan SBY dengan Jusuf Kalla waktu Pilpres 2004. Saat SBY berkunjung ke pesantrennya, jidat SBY dibenturkan ke jidatnya sebanyak tiga kali. Guru spiritual lainnya adalah KH Achmad Mu-zakky Syah, pengasuh Pondok Pesantren Al-Qodiri, Patrang, Jember, Jawa Timur.

Menjelang kedatangan Ge-orge W Bush ke Istana Merdeka Jakarta dan Istana Bogor pada November 2006, Mbah Lawu menyebar 1000 jin di kedua istana itu untuk menjaga Presi-den Bush dan Presiden SBY. Se-minggu kemudian, pria berumur 70 tahun itu bersama sembilan rekannya melakukan ritual penarikan jin dengan memotong sepasang angsa yang darahnya ditaburkan diatas tungku, bunga setaman, apel jin, hajar aswat, kemenyan dan keris. Menurut pria asal Ponorogo itu, penjagaan terhadap SBY itu dilakukan atas inisiatif sendiri.

Agak berbeda dengan SBY, Mega pun sepertinya punya cara tersendiri dalam masalah gaib ini. Ketika menentukan akan bersan-ding dengan Prabowo Subianto, Mega mengajak pertemuan di Istana Batu Tulis, Bogor. Malah, menurut informasi, ia sebelum-nya sempat masuk ke kamar yang dulu biasa dipakai Soekarno.

Jauh sebelumnya, saat ada Rakernas II PDIP di PRJ Kemayo-ran Jakarta, ketika Mega ditanya apakah akan bersedia mencalon-kan diri sebagai presiden, ia menjawab: “Tunggu sajalah. Suatu saat akan menjawabnya. Saya mau tanya dulu ke pemim-pin besar saya, yakni Bung Karno,” kata Mega saat menutup Raker-nas itu (detikcom, 9/9/2007). Ia menunggu wangsit.

Ketika masih menjabat presiden, Megawati pun pernah beribadah di sebuah pura di Bali. Ia melakukan ritual ‘Agni Hotra’ yakni pemujaan terhadap Dewa Api. Tujuannya, untuk memohon keselamatan umat manusia dan segala isinya yang ada di dunia. Tak heran bila Megawati meng-gunakan salam ”Om Santi Santi Om” ketika membuka dan menutup pidatonya di Rengas-dengklok beberapa waktu lalu.

Yang tidak begitu terdengar soal klenik ini adalah capres Jusuf Kalla. Tapi tidak demikian dengan pasangannya Wiranto. Menje-lang Pilpres 2004 mantan Pang-lima TNI ini dikabarkan pernah melakukan ritual kungkum di sebuah tempat di Solo, Jawa Tengah. Pada 1997, kabarnya ia diminta oleh 33 paranormal Soe-harto untuk mencari kyai yang bertahi lalat di pipi. Domisilinya di “tapal kuda”, sekitar Jember dan Banyuwangi. Ia mengirim utusan ke daerah ini. Ketemulah dengan Kyai Muzakki. Yang diminta menemui Muzakki saat itu adalah SBY. Maka keduanya saling berkenalan dan berhubungan sampai sekarang.[mediaumat.com]

Wahdah Minta Klarifikasi Presiden PKS tentang "Selembar Kain Saja Kok Dirisaukan"

Juli 8, 2009


DPP Wahdah Islamiyah dan segenap Pengurus menyatakan penyesalan yang sebesar-besarnya atas pernyataan Presiden PKS Tifatul Sembiring pada pemberitanan di Majalah Tempo edisi 1-7 Juni 2009 Hal. 29.

Pernyataan yang cukup menyakitkan bagi setiap pribadi muslim, yakni Presiden PKS mengatakan, “Apa kalau istrinya berjilbab lalu masalah ekonomi selesai? Apa pendidikan, kesehatan, jadi lebih baik?” katanya. “Soal selembar kain saja kok dirisaukan.”

“Bagi kami, ini adalah persoalan yang sangat serius ditinjau dari sisi aqidah Islam karena sesungguhnya, perkara jilbab dalam pandangan kami bukan hanya sekedar simbol semata, tapi pengejawantahan dari ajaran dan perintah Allah Subhaanahu Wata’ala dan hal itu tidak pantas dikatakan hanya selembar kain,” tegas Wakil Ketua Umum DPP WI M.Ikhwan Abd.Jalil, Lc saat konferensi pers di Lt.II kantor DPP Jl. Antang Raya No.48 Makassar.

“Seharusnya PKS sebagai partai politik Islam, bahkan mengklaim diri sebagai Partai Dakwah tidak semestinya mengeluarkan pernyataan ini, maka kami meminta dan menuntut saudara Tifatul Sembiring untuk melakukan klarifikasi terhadap pernyataan ini dalam waktu yang secepat-cepatnya.

“Jika tidak, maka terus terang Wahdah Islamiyah dan komponen Ummat Islam yang lain merasa sangat keberatan dengan hal ini dan menyatakan ketidakpercayaan terhadap PKS dan dengan sendirinya sebagai suatu realitas, kenyataan ke arah mana sebenarnya ummat harus memilih.

“Kita tidak ingin mempolitisir masalah ini, tapi kami hanya sekedar mengingatkan sebagai tanggung jawab moral sebagai bagian dari komponen Ummat,” tutup Ikhwan Abd.Jalil, Lc beri penjelasan.

Link Berita:http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2009/06/01/LU/mbm.20090601.LU130490.id.html

Sumber: eramuslim.com